Posted by : Tapak Tilas Kebudayaan
Selasa, 05 Februari 2013
Harap Cemas Menuju Budaya luhur |
Semua hal yang
sesuai dengan norma yang kita anut sepantasnya dipertahankan dan dilestarikan.
Berbagai budaya luhur bertuan rumah di rumah kita, Indonesia. Namun, tidak
semua budaya yang ada di rumah kita itu luhur. Budaya korupsi misalnya. Budaya
ini begitu mengakar kuat selama bertahun-tahun dan membudaya dalam pola pikir
masyarakat kita. Sudah seharusnya kita sebagai tuan rumah menjaga isi rumah
kita sendiri. Salah satu penyebab membudayanya korupsi adalah ideologi ‘halus’
yang mengatakan “Alon-Alon Waton Kelakon”.
Pembahasan
Sekilas tak ada yang aneh dari pepatah itu. Benar, pepatah itu akan membawa manfaat jika
penggunanya benar dalam melaksanakan dan menafsirkan. Jika sebaliknya, salah
guna dan penafsiran, generasi bangsa terancam inflasi moral. Dengan kalimat
lain, pepatah yang mendarah daging dalam tradisi kita itu
berbahaya jika salah dalam penggunaan. Seperti, energi nuklir yang mampu
menjadi energi besar alternatif jika mampu memanfaatkan. Atau, justru menjadi
bom yang sangat ditakuti manusia.
Kesalahgunaannya adalah pada peletakannya.
Yaitu yang seharusnya pepatah itu digunakan untuk target jangka panjang. Tapi,
karena kombinasi dengan watak orang Indonesia yang tidak sabaran, maka
peletakannya tidak pada target jangka panjang melainkan target jangka pendek.
Contohnya kesuksesan masa depan adalah suatu target jangka panjang
berpuluh-puluh tahun mendatang dengan berbagai perjuangan yang tidak mudah.
Perjuangan waktu, masa muda, berdaya pikir, mematahkan tulang dan berkeringat
darah. Jika melalui serangkaian proses yang benar dengan waktu yang lama, maka alon-alon
waton kelakon pelan-pelan pasti tercapai.
Ujian nasional yang akan dihadapi seorang
pelajar harus membutuhkan waktu tiga tahun, keseriusan belajar tiap semester,
pola pembagian waktu yang seimbang, bimbingan yang benar, demokratis dalam
belajar dan berdoa. Tapi semua proses yang seorang pelajar jalani selama tiga
tahun, seolah diungkrat menjadi satu semester saja di tahun ketiga.
Fakta membuktikan demikian. Menjelang ujian
nasional akan banyak terjadi pemadatan materi UN yang seolah mengabaikan
pelajaran lainnya dan menganggapnya tidak penting. Pelajar yang tidak siap
dengan target jangka panjangnya akan mengambil tindakan jangka pendek. Yaitu
coba mencari bocoran kunci jawaban dan bertindak curang.
Fakta lain di Indonesia yang didalamnya banyak
kemiskinan, masyarakat yang frustasi dengan kemiskinan akan mengambil langkah
pendek dengan tindak kecurangan dan kriminal. Seorang pedagang akan bertindak
curang dengan mengusahakan modal seirit-iritnya dan untung sebanyak-banyaknya.
Karena itu banyak dijumpai produk pengawet yang berbahaya, pewarna tekstil yang
tidak tawar dengan kesehatan maupun barang berkualitas jelek bahkan basi
dipoles sedemikian rupa sehingga menjadi barang yang terlihat berkualitas
tinggi.
Kelanjutannya, kemiskinan masyarakat tidak
cukup diatasi hanya satu-dua tahun. Dibutuhkan rencana yang matang pelaksanaan
demokratis jangka waktu yang lama dan evaluasi. Tidak bisa disamakan antara
jangka panjang dan target jangka pendek.
Pembelokan budaya oleh oknum tidak bertanggungjawab |
Fatalnya, pemilu di Indonesia yang diharapkan
banyak kalangan sebagai titik awal perubahan bangsa ke arah kongkrit yang lebih
maju, ternodai dengan ulah sebagian oknum
yang tak bertanggung jawab. Sebagian oknum
memanfaatkan kondisi masyarakat Indonesia untuk mencapai tujuannya.
Kondisi masyarakat yang lelah dengan
ketidakmakmuran dan frustasi dengan kemiskinan serta rindu kesejahteraan
membuat sebagian masyarakat mengambil cara pintas, sesaat dan pendek. Yaitu,
menerima uang sogokan dengan imbalan suara yang diberikan kepada oknum
penyogok. Padahal dampak jangka panjangnya lebih buruk. Sekali lagi, target
jangka panjang tidak bisa disamakan dengan target jangka pendek.
Ketidaksabaran, frustasi dan tekanan membuat banyak
kalangan mengambil jalan pintas. Cara yang pada klimaksnya berdampak panjang
terhadap harapan majemuk masyarakat. Butuh waktu, perjuangan dan doa untuk
meneguk indahnya masa depan. Jadi, sudah seyogyanya kita yang dikaruniai akal
untuk bisa berpikir jernih dan berjangka
panjang. Sudah sewajibnya kita menjaga diri dari apapun yang kelak merugikan
bagi diri sendiri dan lingkungan. Sebenarnya manusia mampu berpikir dan
bertindak bijaksana, hanya terkadang keadaan yang menekan menjadikan
kebijaksanaan itu tidak terwujud.